Tampilkan postingan dengan label Banyuwangi Dolan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banyuwangi Dolan. Tampilkan semua postingan

06 Juli 2022

Upacara Kebo-keboan - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Upacara Kebo-keboan

Ritual Kebo-keboan adalah manusia yang didandani hingga menyerupai kerbau, diberi tanduk dan warna hitam di seluruh badan. Itu melambangkan bahwa kerbau adalah binatang yang kuat dan menjadi tumpuan masyarakat yang mata pencahariannya mayoritas sebagai petani.

Kebo-keboan dilaksanakan oleh hampir semua desa using di Kecamatan Singojuruh. Akan tetapi, tidak semua desa rutin melaksanakan. Yang rutin melaksanakan adalah Desa Alas Malang dan Aliyan.


 

Share This:    Facebook  Twitter

05 Juli 2022

Upacara Tradisional Seblang - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Upacara Tradisional Seblang

Banyuwangi memiliki dua kesenian Seblang yang berbeda yaitu : Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan.

SEBLANG OLEHSARI

Seblang merupakan upacara bersih desa untuk menolak balak yang diwujudkan dengan mementaskan kesenian sakral yang disebut Seblang, yang berbau mistis. Seblang Olehsari ditarikan oleh wanita muda selama tujuh hari berturut-turut. Sang penari menari dalam keadaan kesurupan. Dia menari mengikuti irama gending atau 28 lagu, yang dinyanyikan beberapa sinden.


SEBLANG BAKUNGAN

Seblang Bakungan merupakan upacara penyucian desa. Upacara ini dilakukan satu malam, tepatnya pada satu minggu setelah hari raya Idul Adha. Tujuan dari upacara ini adalah menolak balak.

Prosesi diawali ider bumi, yaitu parade oncor (obor) berkeliling desa yang diikuti penduduk desa. Seblang ditarikan oleh seorang wanita tua di depan sanggar.

Setelah diberi mantra-mantra, dia menari. 

Share This:    Facebook  Twitter

Tari Jejer Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Tari Jejer Gandrung

" GANDRUNG " berarti mempesona atau menarik hati. Selama beratus - ratus tahun, Banyuwangi tercatat sebagai penghasil bumi yang baik. Gagasan para petani setelah menuai padi diadakan tarian sebagai rasa terima kasih kepada Dewi Sri, dewanya padi. Inilah asal mulanya tarian Gandrung.

Sekarang tarian ini dipakai sebagai tarian selamat datang untuk menyambut dan menghormati tamu. Biasanya disajikan pada acara pesta perkawinan, syukuran, serta pada acara-acara tradisional lainnya. 

Share This:    Facebook  Twitter

Asal-usul Gandrung Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Asal-usul Gandrung Banyuwangi


Dalam setiap prosesi upacara di Istana Majapahit sering dipentaskan suatu bentuk tarian istana, yang dikenal dengan istilah "Juru Angin", yaitu seorang wanita menari sambil menyanyi dengan begitu menarik. Penari tersebut diikuti Oleh seorang "Buyut", yaitu seorang pria tua berfungsi sebagai punokawan penari Juru Angin tersebut.

Bentuk tarian inilah, yang mungkin sebagai prototype suatu bentuk kesenian, yang sekarang dikenal dengan "Gandrung".

Hal ini dapat diasumsikan dari bentuk penampilan penari Gandrung yang selalu diikuti Oleh seorang pemain Kluncing atau lebih dikenal sebagai Pengudang.

Pengudang ini selalu memberikan lawakan-lawakan terkait tarian yang dibawakan oleh penari Gandrung.

Pada zaman kehidupan kerajaan-kerajaan, daerah sangat jauh dari pusat kerajaan, sehingga perkembangan seni budayanya mengikuti pola seni budaya pusat. Dalam masa perkembanganya sampai tahun 1890, di daerah Blambangan berkembang bentuk kesenian Gandrung, yang penarinya terdiri dari anak laki-laki berumur antara 7 sampai 16 tahun. Mereka berperan sebagai penari Gandrung dengan berpakaian wanita.

Pementasan seni gandrung laki-laki pada masa itu dilakukan dengan jalan keliling desa-desa, kemudian penari tersebut mendapatkan inatura. Gamelan pengiringnya terdiri dari gendang, kethuk, biola, gong dan kluncing. Penari gandrung laki-laki hanya mampu bertahan sampai 40 tahun. Namun, ada juga yang tetap memilih jadi penari Gandrung sampai akhir hayatnya.


Pelaksanaan pementasannya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan purnama di halaman terbuka. Penari Gandrung pria di tampilkan empat orang penari sekaligus menari secara bersama-sama. Pemilihan partner penarinya dilakukan dengan melemparkan ujung sampur kepada penonton yang mengelilinginya. Biasanya diawali dari bagian barat, timur, selatan, dan kemudian utara.

Pada perkembangan terakhir, penari Gandrung dibawakan oleh seorang wanita. Penari Gandrung wanita pertama juga penari Seblang bernama Semi, putri seorang penduduk Cungking bernama Mak Midah. Penduduk Desa Cungking sampai tahun 1850 masih beragama Ciwa.

Di desa yang sekarang berubah nama menjadi Kelurahan Bakungan inilah, sampai sekarang masih berkembang kesenian Seblang. Urutan penampilan biasanya diawali dengan tari jejer, baru kemudian disusul tari penari Gandrung. Biasanya diatur menurut datangnya tamu dalam arena tersebut.

Dalam mengatur urutan tersebut biasanya penari Gandrung dibantu oleh seorang gedong atau biasa disebut pramugari.

Pada akhirnya pertunjukkan ditutup dengan tari Seblang subuh, yang syair gendingnya mengandung petuah-petuah bagi para penonton. 

Share This:    Facebook  Twitter

Kesenian Tradisional Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Kesenian Tradisional Gandrung


Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberi kan perhatian khusus terhadap kesenian gandrung. Hal itu bertujuan untuk mendorong tumbuhnya semangat serta memiliki daerah dengan segala kebudayaannya, sehingga pada gilirannya nanti akan mampu meningkatkan pembangunan di bidang kepariwisataan. Oleh karena itu, Gandrung ditetapkan sebagai simbol pariwisata Banyuwangi yang dituangkan dalam surat keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 173 Tahun 2002.

Kata Gandrung berasal dari bahasa jawa yang berarti"Cinta" atau "Pesona". Hal ini berhubungan dengan terpesonanya masyarakat Banyuwangi kepada Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang membawa kesejahteraan kepada masyarakat Banyuwangi yang sebagian besar adalah agraris.

Sebagai rasa syukur atas panen yang melimpah, maka diadakanlah pertunjukan yang dinamakan Gandrung, karena gandrungnya terhadap Dewi Sri.


Pementasan gandrung biasanya dilaksanakan pada malam hari, mulai pukul 21.00 - 04.00 pagi hari. Namun pada masa kini, tari jejer gandrung ditampilkan pada siang hari dan setiap saat. Tujuan utamanya adalah untuk menghormati para tamu.

Share This:    Facebook  Twitter

Adat & Tradisi (Kesenian) - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Adat & Tradisi (Kesenian)

Kehidupan kesenian di Banyuwangi yang dapat diamati dan dinikmati sampai sekarang merupakan rangkaian jalur kehidupan seni budaya sejak berabad-abad lalu, baik pada masa kejayaan Majapahit maupun masa sebelumnya.

Di Sisi lain kehidupan kesenian di Banyuwangi sesuai karakteristik seni sebagai getaran kalbu serta keselarasan antara perasaan dan pikiran berupa ciptaan, indah, dan murni.

Kesenian merupakan sesuatu yang hidup selaras dan senapas dengan kehidupan manusia, sehingga akan menghasilkan suatu bentuk pencerminan ciptaan keindahan bagi manusia itu sendiri.

Bertitik tolak dari konsep ini, dalam kenyataanya kehidupan kesenian di Banyuwangi dapat di kelompokan menjadi tiga golongan, yaitu :

  • Bentuk kesenian yang masih mampu menampilkan ciri-ciri lamanya secara dominan.
  • Bentuk kesenian yang lebih dominan diwarnai oleh cita rasa dan kreativitas pelakunya.
  • Bentuk kesenian yang semata-mata merupakan adopsi dari berbagai bentuk karya seni di luarnya. 

Bagaimana pun adanya, berbagai bentuk karya seni tersebut telah memberikan warna budaya bagi Banyuwangi, sehingga membedakan Banyuwangi dengan daerah lain. 


Share This:    Facebook  Twitter

04 Juli 2022

Legenda Asal Usul Nama Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.


Legenda Asal Usul Nama Banyuwangi

Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau Jawa, yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya, sang raja dibantu seorang patih yang gagah berani, arif dan tampan bernama Patih Sidopekso. Istri Patih Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangat elok parasnya dan lembut tutur katanya. Sehingga membuat raja tergila-gila kepadanya. Agar tercapainya hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung, dengan akal liciknya sang raja memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang patih berangkat untuk menjalankan titah raja. Sepeninggal Patih Sidopekso, Prabu Sulahkromo berusaha merayu, bahkan memfitnah Sidopekso, dengan segala tipu dayanya. Namun cinta sang raja hanya bertepuk sebelah tangan, karena Sri Tanjung tetap setia sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Hati sang raja pun membara dibakar api cemburu dan murka, setelah cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.

Setelah kembali dari misi tugasnya, Patih Sidopekso langsung menghadap raja. Akal busuk sang raja muncul, dia memfitnah istri Patih Sidopekso dengan menceritakan bahwa sepeninggal patih saat menjalankan titah raja, Sri Tanjung mendatangi dan merayu, lalu berselingkuh dengan raja.

Rupanya, Patih Sidopekso terpengaruh cerita sang raja. Sang patih langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan. Pengakuan Sri Tanjung yang jujur tak menggoyahkan hati Patih Sidopekso yang terlanjur panas terbakar rasa amarah. Bahkan sang patih yang tak mampu membendung emosinya mengancam akan membunuh istri setianya itu.

Sri Tanjung diseret ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dan istrinya sebagai bukti kejujuran kesucian dan kesetiaannya. Sri Tanjung rela dibunuh, tetapi dia minta jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu. Apabila darahnya membuat air sungai berbau busuk berarti dirinya telah melanggar kesetiaan. Tetapi, jika air sungai berbau harum berarti dia tidak bersalah. 

Share This:    Facebook  Twitter