Tampilkan postingan dengan label Banyuwangi Dolan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banyuwangi Dolan. Tampilkan semua postingan

05 Juli 2022

Tari Jejer Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Tari Jejer Gandrung

" GANDRUNG " berarti mempesona atau menarik hati. Selama beratus - ratus tahun, Banyuwangi tercatat sebagai penghasil bumi yang baik. Gagasan para petani setelah menuai padi diadakan tarian sebagai rasa terima kasih kepada Dewi Sri, dewanya padi. Inilah asal mulanya tarian Gandrung.

Sekarang tarian ini dipakai sebagai tarian selamat datang untuk menyambut dan menghormati tamu. Biasanya disajikan pada acara pesta perkawinan, syukuran, serta pada acara-acara tradisional lainnya. 

Share This:    Facebook  Twitter

Asal-usul Gandrung Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Asal-usul Gandrung Banyuwangi


Dalam setiap prosesi upacara di Istana Majapahit sering dipentaskan suatu bentuk tarian istana, yang dikenal dengan istilah "Juru Angin", yaitu seorang wanita menari sambil menyanyi dengan begitu menarik. Penari tersebut diikuti Oleh seorang "Buyut", yaitu seorang pria tua berfungsi sebagai punokawan penari Juru Angin tersebut.

Bentuk tarian inilah, yang mungkin sebagai prototype suatu bentuk kesenian, yang sekarang dikenal dengan "Gandrung".

Hal ini dapat diasumsikan dari bentuk penampilan penari Gandrung yang selalu diikuti Oleh seorang pemain Kluncing atau lebih dikenal sebagai Pengudang.

Pengudang ini selalu memberikan lawakan-lawakan terkait tarian yang dibawakan oleh penari Gandrung.

Pada zaman kehidupan kerajaan-kerajaan, daerah sangat jauh dari pusat kerajaan, sehingga perkembangan seni budayanya mengikuti pola seni budaya pusat. Dalam masa perkembanganya sampai tahun 1890, di daerah Blambangan berkembang bentuk kesenian Gandrung, yang penarinya terdiri dari anak laki-laki berumur antara 7 sampai 16 tahun. Mereka berperan sebagai penari Gandrung dengan berpakaian wanita.

Pementasan seni gandrung laki-laki pada masa itu dilakukan dengan jalan keliling desa-desa, kemudian penari tersebut mendapatkan inatura. Gamelan pengiringnya terdiri dari gendang, kethuk, biola, gong dan kluncing. Penari gandrung laki-laki hanya mampu bertahan sampai 40 tahun. Namun, ada juga yang tetap memilih jadi penari Gandrung sampai akhir hayatnya.


Pelaksanaan pementasannya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan purnama di halaman terbuka. Penari Gandrung pria di tampilkan empat orang penari sekaligus menari secara bersama-sama. Pemilihan partner penarinya dilakukan dengan melemparkan ujung sampur kepada penonton yang mengelilinginya. Biasanya diawali dari bagian barat, timur, selatan, dan kemudian utara.

Pada perkembangan terakhir, penari Gandrung dibawakan oleh seorang wanita. Penari Gandrung wanita pertama juga penari Seblang bernama Semi, putri seorang penduduk Cungking bernama Mak Midah. Penduduk Desa Cungking sampai tahun 1850 masih beragama Ciwa.

Di desa yang sekarang berubah nama menjadi Kelurahan Bakungan inilah, sampai sekarang masih berkembang kesenian Seblang. Urutan penampilan biasanya diawali dengan tari jejer, baru kemudian disusul tari penari Gandrung. Biasanya diatur menurut datangnya tamu dalam arena tersebut.

Dalam mengatur urutan tersebut biasanya penari Gandrung dibantu oleh seorang gedong atau biasa disebut pramugari.

Pada akhirnya pertunjukkan ditutup dengan tari Seblang subuh, yang syair gendingnya mengandung petuah-petuah bagi para penonton. 

Share This:    Facebook  Twitter

Kesenian Tradisional Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Kesenian Tradisional Gandrung


Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberi kan perhatian khusus terhadap kesenian gandrung. Hal itu bertujuan untuk mendorong tumbuhnya semangat serta memiliki daerah dengan segala kebudayaannya, sehingga pada gilirannya nanti akan mampu meningkatkan pembangunan di bidang kepariwisataan. Oleh karena itu, Gandrung ditetapkan sebagai simbol pariwisata Banyuwangi yang dituangkan dalam surat keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 173 Tahun 2002.

Kata Gandrung berasal dari bahasa jawa yang berarti"Cinta" atau "Pesona". Hal ini berhubungan dengan terpesonanya masyarakat Banyuwangi kepada Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang membawa kesejahteraan kepada masyarakat Banyuwangi yang sebagian besar adalah agraris.

Sebagai rasa syukur atas panen yang melimpah, maka diadakanlah pertunjukan yang dinamakan Gandrung, karena gandrungnya terhadap Dewi Sri.


Pementasan gandrung biasanya dilaksanakan pada malam hari, mulai pukul 21.00 - 04.00 pagi hari. Namun pada masa kini, tari jejer gandrung ditampilkan pada siang hari dan setiap saat. Tujuan utamanya adalah untuk menghormati para tamu.

Share This:    Facebook  Twitter

Adat & Tradisi (Kesenian) - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Adat & Tradisi (Kesenian)

Kehidupan kesenian di Banyuwangi yang dapat diamati dan dinikmati sampai sekarang merupakan rangkaian jalur kehidupan seni budaya sejak berabad-abad lalu, baik pada masa kejayaan Majapahit maupun masa sebelumnya.

Di Sisi lain kehidupan kesenian di Banyuwangi sesuai karakteristik seni sebagai getaran kalbu serta keselarasan antara perasaan dan pikiran berupa ciptaan, indah, dan murni.

Kesenian merupakan sesuatu yang hidup selaras dan senapas dengan kehidupan manusia, sehingga akan menghasilkan suatu bentuk pencerminan ciptaan keindahan bagi manusia itu sendiri.

Bertitik tolak dari konsep ini, dalam kenyataanya kehidupan kesenian di Banyuwangi dapat di kelompokan menjadi tiga golongan, yaitu :

  • Bentuk kesenian yang masih mampu menampilkan ciri-ciri lamanya secara dominan.
  • Bentuk kesenian yang lebih dominan diwarnai oleh cita rasa dan kreativitas pelakunya.
  • Bentuk kesenian yang semata-mata merupakan adopsi dari berbagai bentuk karya seni di luarnya. 

Bagaimana pun adanya, berbagai bentuk karya seni tersebut telah memberikan warna budaya bagi Banyuwangi, sehingga membedakan Banyuwangi dengan daerah lain. 


Share This:    Facebook  Twitter

04 Juli 2022

Legenda Asal Usul Nama Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.


Legenda Asal Usul Nama Banyuwangi

Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau Jawa, yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya, sang raja dibantu seorang patih yang gagah berani, arif dan tampan bernama Patih Sidopekso. Istri Patih Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangat elok parasnya dan lembut tutur katanya. Sehingga membuat raja tergila-gila kepadanya. Agar tercapainya hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung, dengan akal liciknya sang raja memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang patih berangkat untuk menjalankan titah raja. Sepeninggal Patih Sidopekso, Prabu Sulahkromo berusaha merayu, bahkan memfitnah Sidopekso, dengan segala tipu dayanya. Namun cinta sang raja hanya bertepuk sebelah tangan, karena Sri Tanjung tetap setia sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Hati sang raja pun membara dibakar api cemburu dan murka, setelah cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.

Setelah kembali dari misi tugasnya, Patih Sidopekso langsung menghadap raja. Akal busuk sang raja muncul, dia memfitnah istri Patih Sidopekso dengan menceritakan bahwa sepeninggal patih saat menjalankan titah raja, Sri Tanjung mendatangi dan merayu, lalu berselingkuh dengan raja.

Rupanya, Patih Sidopekso terpengaruh cerita sang raja. Sang patih langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan. Pengakuan Sri Tanjung yang jujur tak menggoyahkan hati Patih Sidopekso yang terlanjur panas terbakar rasa amarah. Bahkan sang patih yang tak mampu membendung emosinya mengancam akan membunuh istri setianya itu.

Sri Tanjung diseret ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dan istrinya sebagai bukti kejujuran kesucian dan kesetiaannya. Sri Tanjung rela dibunuh, tetapi dia minta jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu. Apabila darahnya membuat air sungai berbau busuk berarti dirinya telah melanggar kesetiaan. Tetapi, jika air sungai berbau harum berarti dia tidak bersalah. 

Share This:    Facebook  Twitter

Sejarah Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.


Sejarah Banyuwangi

Berdasarkan data-data sejarah Blambangan, tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa paling bersejarah yang ditetapkan sebagai Hari Jadi Banyuwangi. Saat itu, terjadi peristiwa puncak perang Puputan Bayu.

Sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger (Putra Wong Agung Wilis) ke Benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768. Namun sayang, peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap tanggal terjadinya. Selain itu, dalam penyerangan tersebut kubu pejuang Blambangan kalah total, sedangkan pihak musuh nyaris tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedangkan Wong Agung Wilis terluka dan ditangkap, setelah dihancurkannya Lateng. Kemudian, beliau dibuang ke Pulau Banda. 

Berdasarkan data sejarah, nama Banyuwangi tidak terlepas dengan Kerajaan Blambangan. Sejak zaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan sampaj ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan. Nah, pada tahun 1743, Jawa bagian timur (termasuk Blambangan) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC. Saat itu, VOC sudah merasa Blambangan menjadi miliknya. Namun, untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, dan baru akan dikelola sewaktu-waktu ketika sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat meminta bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat Blambangan, yang pada waktu itu disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Tuyoarum. 

Kala itu, VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum, dalam peperangan yang terjadi selama 5 tahun, pada tahun 1767-1772 itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus, sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang waktu itu mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris. 

Jadi, sudah jelas bahwa lahirnya sebuah tempat, yang kemudian terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus jual-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau saja Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansi ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena peristiwa itu, puncak perang Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771. Dengan demikian terdapat hubungan erat antara perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat bernama Banyuwangi. Dengan kata lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Jadi, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai Hari Jadi Banyuwangi didasarkan kepada fakta-fakta sejarah tersebut.

Share This:    Facebook  Twitter

Bagaimana Mencapai Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.


Bagaimana Mencapai Banyuwangi

Untuk mencapai Banyuwangi, ada dua jalur utama yang bisa ditempuh. Jalur pertama dari Surabaya, sedangkan jalur kedua dari Bali. Dari Surabaya pengunjung dapat mencapai Banyuwangi dengan dua alternatif jalur darat, yaitu jalur utara dan selatan. Pengunjung dapat memanfaatkan transportasi seperti kereta api, bus, taxi, dan moda transportasi lain, dengan jurusan Banyuwangi. Jarak Surabaya-Banyuwangi sekitar 300 km dan bisa ditempuh dalam waktu 5-6 jam dengan bus atau kereta api. Jika ingin menghemat waktu, maka bisa memilih jalur transportasi udara melalui Bandara Juanda, Surabaya menuju Bandara Blimbingsari, Banyuwangi. Waktu tempuhnya sangat singkat yakni hanya 45 menit 

JALUR UTARA 

Dari Surabaya lewat Probolinggo - Situbondo Jika naik bus umum dari Surabaya, pengunjung akan melalui rute Probolinggo - Situbondo Banyuwangi turun di terminal Tanjung Wangi sekitar 8 km sebelah utara kota. Perjalanan menuju kota akan melintasi Stasiun Kereta Api Banyuwangi Baru, Pelabuhan Tanjung Wangi dan terminal Blambangan (dalam kota). 

JALUR SELATAN 

Dari Surabaya lewat Probolinggo - Lumajang - Jernber - Banyuwangi. Pengunjung yang mengendarai bus umum akan melewati beberapa terminal dan tempat perhentian yang menghubungkan tempat-tempat wisata di Kabupaten Banyuwangi. Diantaranya depan stasiun kereta api Kalibaru, terminal Genteng, terminal Jajag dan terminal Brawijaya (terminal sebelah selatan Kota Banyuwangi). Sedangkan pengunjung yang menumpang kereta api akan menemui beberapa stasiun antara lain Stasiun Kalibaru Setail, Temuguruh, Rogojampi, Karangasem, dan Stasiun Banyuwangi Baru. Ada juga beberapa stasiun kecil lainnya.

Pengunjung dari Bali dapat mencapai Banyuwangi dengan menggunakan kendaraan seperti bus, taxi, mobil travel dan angkutan darat lainnya, dengan jurusan Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Selanjutnya, pengunjung menyeberang menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Di pelabuhan Ketapang, pengunjung bisa mendapatkan informasi lengkap tentang pariwisata Banyuwangi di Tourist Information Center (TIC) Office.

Nah, dari Pelabuhan Ketapang, pengunjung bisa naik taxi, mobil angkutan kota atau kendaraan umum lainnya menuju Kota Banyuwangi atau tempat-tempat pariwisata di Kabupaten Banyuwangi. 

Banyuwangi merupakan kota kecil yang damai dan tenang. Wilayah pesisir lebih panas dibanding dengan darat di siang hari. Hotel, motel, rumah makan, dan restoran tersebar di seluruh wilayah Banyuwangi. Para guide (pemandu wisata) siap mengantar para pengunjung untuk berpetualang ke tempat-tempat yang menantang, seperti hutan belantara yang ada di kawasan taman nasional, bersantai di tempat-tempat wisata, serta berbelanja suvenir. 

Share This:    Facebook  Twitter