Tampilkan postingan dengan label Banyuwangi Dolan. Tampilkan semua postingan

Kesenian Damarwulan / Jinggoan - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Kesenian Damarwulan / Jinggoan

Kata Damarwulan diambil dari tokoh yang di pentaskan dalam kesenian ini, yaitu DamarwuIan atau Minakjinggo. Kesenian ini dimainkan oleh 40 hingga 50 orang dan dibagi dalam empat kelompok. Kesenian Damarwulan mirip dengan kesenian janger Bali. Perbedaannya hanya bahasa yang digunakan. Jika janger Bali menggunakan bahasa Bali dalam dialognya, maka kesenian Damarwulan memakai bahasa Jawa.

Kesenian Damarwulan merupakan seni drama tari. Pertunjukan diawali dengan tarian Panem brama. Adegan lawan biasanya disisipkan dalam pementasan. Ceritanya berkisar tentang hubungan antara Minakjinggo dengan Damar wulan pada masa Majapahit dan Blambangans Dialognya berbentuk tembang atau nyanyi an. Pengaturan cerita biasanya dilakukan oleh seorang dalang, yang fungsi dan kedudukannya mirip dengan dalang dalam pementasan kese nian wayang orang. Sang dalang memberikan gambaran apa yang akan terjadi sebelum adegan dimulai. Pertunjukan biasanya diadakan mulai jam 21.00 dan berakhir pada 04.00 pagi hari. 

Kesenian Gedhogan - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Kesenian Gedhogan

Kesenian Gedhogan pada mulanya digunakan untuk hiburan setelah selesai menumbuk be ras pada acara hajatan. Mereka beramai-ramai membunyikan peralatan penumbuk beras, se perti alu, lesung, dan lumpung, sehingga menim. bulkan suara yang enak didengar. Mereka menyanyi sambil menabuh gamelan tersebut.

Tarian Paju Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Tarian Paju Gandrung

Tarian ini merupakan bentuk tari berpasangan antara wanita si penari Gandrung dengan tamu yang dihormati, yang diundang untuk ikut me nari bersama. Paju Gandrung merupakan suatu bentuk tarian yang mengutamakan pernyataan kegembiraan, kebersamaan, keakraban, hiburan, dan kemeriahan. Semua itu diekspresikan lewat tarian yang spontan dilakukan dengan peranta ra penari Gandrung dengan menggunakan sampur (selendang) penari Gandrung.

Upacara Kebo-keboan - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Upacara Kebo-keboan

Ritual Kebo-keboan adalah manusia yang didandani hingga menyerupai kerbau, diberi tanduk dan warna hitam di seluruh badan. Itu melambangkan bahwa kerbau adalah binatang yang kuat dan menjadi tumpuan masyarakat yang mata pencahariannya mayoritas sebagai petani.

Kebo-keboan dilaksanakan oleh hampir semua desa using di Kecamatan Singojuruh. Akan tetapi, tidak semua desa rutin melaksanakan. Yang rutin melaksanakan adalah Desa Alas Malang dan Aliyan.


 

Upacara Tradisional Seblang - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Upacara Tradisional Seblang

Banyuwangi memiliki dua kesenian Seblang yang berbeda yaitu : Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan.

SEBLANG OLEHSARI

Seblang merupakan upacara bersih desa untuk menolak balak yang diwujudkan dengan mementaskan kesenian sakral yang disebut Seblang, yang berbau mistis. Seblang Olehsari ditarikan oleh wanita muda selama tujuh hari berturut-turut. Sang penari menari dalam keadaan kesurupan. Dia menari mengikuti irama gending atau 28 lagu, yang dinyanyikan beberapa sinden.


SEBLANG BAKUNGAN

Seblang Bakungan merupakan upacara penyucian desa. Upacara ini dilakukan satu malam, tepatnya pada satu minggu setelah hari raya Idul Adha. Tujuan dari upacara ini adalah menolak balak.

Prosesi diawali ider bumi, yaitu parade oncor (obor) berkeliling desa yang diikuti penduduk desa. Seblang ditarikan oleh seorang wanita tua di depan sanggar.

Setelah diberi mantra-mantra, dia menari. 

Tari Jejer Gandrung - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Tari Jejer Gandrung

" GANDRUNG " berarti mempesona atau menarik hati. Selama beratus - ratus tahun, Banyuwangi tercatat sebagai penghasil bumi yang baik. Gagasan para petani setelah menuai padi diadakan tarian sebagai rasa terima kasih kepada Dewi Sri, dewanya padi. Inilah asal mulanya tarian Gandrung.

Sekarang tarian ini dipakai sebagai tarian selamat datang untuk menyambut dan menghormati tamu. Biasanya disajikan pada acara pesta perkawinan, syukuran, serta pada acara-acara tradisional lainnya. 

Asal-usul Gandrung Banyuwangi - Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran Banyuwangi Dalam Tulisan "VISITOR's GUIDE Book Banyuwangi East Java - Indonesia"

Lembaran yang sudah tersusun dalam bentuk buku ini, perlu anda ketahui untuk mengenal Banyuwangi lebih awal. Buku ini dikeluarkan oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (Banyuwangi Regency Culture & Tourism Service) secara terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Asal-usul Gandrung Banyuwangi


Dalam setiap prosesi upacara di Istana Majapahit sering dipentaskan suatu bentuk tarian istana, yang dikenal dengan istilah "Juru Angin", yaitu seorang wanita menari sambil menyanyi dengan begitu menarik. Penari tersebut diikuti Oleh seorang "Buyut", yaitu seorang pria tua berfungsi sebagai punokawan penari Juru Angin tersebut.

Bentuk tarian inilah, yang mungkin sebagai prototype suatu bentuk kesenian, yang sekarang dikenal dengan "Gandrung".

Hal ini dapat diasumsikan dari bentuk penampilan penari Gandrung yang selalu diikuti Oleh seorang pemain Kluncing atau lebih dikenal sebagai Pengudang.

Pengudang ini selalu memberikan lawakan-lawakan terkait tarian yang dibawakan oleh penari Gandrung.

Pada zaman kehidupan kerajaan-kerajaan, daerah sangat jauh dari pusat kerajaan, sehingga perkembangan seni budayanya mengikuti pola seni budaya pusat. Dalam masa perkembanganya sampai tahun 1890, di daerah Blambangan berkembang bentuk kesenian Gandrung, yang penarinya terdiri dari anak laki-laki berumur antara 7 sampai 16 tahun. Mereka berperan sebagai penari Gandrung dengan berpakaian wanita.

Pementasan seni gandrung laki-laki pada masa itu dilakukan dengan jalan keliling desa-desa, kemudian penari tersebut mendapatkan inatura. Gamelan pengiringnya terdiri dari gendang, kethuk, biola, gong dan kluncing. Penari gandrung laki-laki hanya mampu bertahan sampai 40 tahun. Namun, ada juga yang tetap memilih jadi penari Gandrung sampai akhir hayatnya.


Pelaksanaan pementasannya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan purnama di halaman terbuka. Penari Gandrung pria di tampilkan empat orang penari sekaligus menari secara bersama-sama. Pemilihan partner penarinya dilakukan dengan melemparkan ujung sampur kepada penonton yang mengelilinginya. Biasanya diawali dari bagian barat, timur, selatan, dan kemudian utara.

Pada perkembangan terakhir, penari Gandrung dibawakan oleh seorang wanita. Penari Gandrung wanita pertama juga penari Seblang bernama Semi, putri seorang penduduk Cungking bernama Mak Midah. Penduduk Desa Cungking sampai tahun 1850 masih beragama Ciwa.

Di desa yang sekarang berubah nama menjadi Kelurahan Bakungan inilah, sampai sekarang masih berkembang kesenian Seblang. Urutan penampilan biasanya diawali dengan tari jejer, baru kemudian disusul tari penari Gandrung. Biasanya diatur menurut datangnya tamu dalam arena tersebut.

Dalam mengatur urutan tersebut biasanya penari Gandrung dibantu oleh seorang gedong atau biasa disebut pramugari.

Pada akhirnya pertunjukkan ditutup dengan tari Seblang subuh, yang syair gendingnya mengandung petuah-petuah bagi para penonton.